Perkembangan Peternakan Sapi Potong di Indonesia

Penulis: Rio Dwisandy Studio
Produk oleh Favorite Meat Processing - Bali


(Foto oleh Rio Dwisandy Studio)










Industri peternakan sapi potong sebagai suatu kegiatan agribisnis mempunyai cakupan yang sangat luas. Rantai kegiatan tidak terbatas pada kegiatan produksi dalam industri itu sendiri tetapi juga sampai kegiatan bisnis lainnya dan semua kegiatan bisnis pendukungnya. Kita ingin mempunyai suatu industri peternakan sapi potong yang tangguh dalam arti sebagai suatu industri peternakan yang mempunyai daya saing yang tinggi dan mampu secara mandiri terus tumbuh berkembang di era persaingan dalam ekonomi pasar yang global.

Sebelum tahun 1980-an, usaha peternakan sapi potong di Indonesia dapat dikatakan sebagai suatu usaha dengan pendekatan usaha tani dan bersifat tradisional. Pemeliharaan sapi oleh para petani umumnya dalam jumlah yang relatif kecil dan merupakan backyard farming (teknik beternak dengan memanfaatkan halaman belakang rumah). Ternak sapi di fungsikan sebagai tabungan. Di beberapa daerah seperti di NTT dan NTB dimana terdapat padang rumput tingkat pemilikan mungkin lebih besar, tetapi cara pengelolaan pun masih tradisional. 

Program yang dikembangkan oleh instansi teknis umumnya terbatas dengan peningkatan kualitas genetis melalui program IB atau penyebaran bibit sapi lokal ataupun impor ke daerah transmigrasi. Kalau pun ada investasi dalam usaha sapi potong, pada saat itu masih terbatas dalam breeding(pengembakbiakkan) dan dikelola oleh badan usaha milik negara. Dengan perkataan lain, usaha peternakan masih terfokus di segmen hulu dan masih dalam skala yang sangat kecil.

Mulai awal tahun 1980-an, mulai ada titik perkembangan bangkitnya industri peternakan sapi potong. Pengertian industri disini adalah suatu rangkaian kegiatan usaha yang ditangani dengan pendekatan azas efisiensi, penggunaan managerial skill, dan dilandasi dengan kaidah-kaidah ekonomi. Berlokasi di Jawa Barat, meskipun masih di tingkat hulu industri sapi potong dimulai dengan adanya inovasi baru untuk melakukan penggemukan sapi dengan pola pemeliharaan yang sangat intensif, berskala besar, dan dalam waktu tertentu yang relatif singkat (2–3 bulan), dan padat modal. 

Bibit sapi yang digunakan adalah sapi-sapi muda jantan yang dalam kondisi fase pertumbuhan dengan perhitungan dapat diperoleh pertambahan berat yang maksimum dan efisien. Dengan adanya feedlot(Teknik pemberian pakan untuk hasil sapi potong yang maksimal) seperti ini, bayangan bahwa usaha peternakan sapi potong hanya sebagai usaha tani dan backyard farming mulai dapat dihapus dan beralih sebagai suatu lapangan bisnis yang padat modal.

Dalam perjalanannya rintisan usaha feedlot oleh perusahaan semi-swasta yang dikembangkan dengan kapasitas keluaran sekitar 8000 ekor per tahun tidak dapat berjalan dengan mulus karena tidak mudah untuk memperoleh sapi bakalan dari dalam negeri. Bertolak dari kesulitan inilah sebagai awal mulai digunakannya sapi bakalan dari Australia dimana dengan mudah dapat diperoleh dalam jumlah yang besar dan dengan harga yang relatif setara dengan harga sapi bakalan dari dalam negeri. 

Booming usaha feedlot telah mampu merangsang para investor untuk terjun di bisnis penggemukan sapi potong. Mulailah tumbuh di Lampung, Jawa Timur, Jawa Tengah serta beberapa propinsi lain. Pada akhir tahun 80-an merupakan era dimana usaha penggemukan sapi tumbuh dan berkembang dengan pesat. Pasar daging di dalam negeri telah yang sebelumnya utamanya dipasok daging yang bersumber dari sapi lokal karya para petani kecil, telah bergeser ditambah sapi hasil penggemukan dengan bakalan impor, dan daging impor.

Seperti halnya dengan industri ataupun usaha lain yang bergantung pasokan bahan baku dari impor, pada saat terjadi krisis moneter yang dimulai akhir 1997, usaha feedlot juga mengalami goncangan. Tercatat sekitar 50 investor yang ikut meramaikan industri penggemukan sapi potong harus menghadapi badai krisis. Nilai tukar dollar yang melonjak dengan sangat drastis dan kondisi perekonomian dalam negeri yang berantakan menyebabkan para investor harus tiarap. Bahkan lebih dari itu, sebagian besar investor harus menanggung kerugian yang sangat besar. 

Baru setelah memasuki tahun 2001 terdapat beberapa pengusaha penggemukan sapi potong yang mulai bangkit lagi, dan pada tahun 2003 diperoleh suatu kondisi yang sama dengan sebelum krisis. Ini dapat diindikasi dengan mulai masuknya sapi bakalan impor. Saat ini dikatakan kondisi bisnis feedlot sudah kembali seperti sebelum krisis yang ditandai dengan kesamaan volume sapi bakalan yang diimpor.

Dari data yang ada, impor sapi bakalan dari Australia di tahun 2002 sampai dengan tahun 2005 rata-rata sekitar 325.000 - 375.000 ekor. Pada tahun 2006 dan 2007 terjadi lonjakan kenaikan jumlah impor sapi bakalan. Data terakhir dari Departemen Pertanian di tahun 2007 telah diimpor sapi bakalan sejumlah 496.000 ekori. Impor daging (baik frozen maupun chilled) juga menunjukkan kenaikan yang konsisten dari tahun ke tahun. Tercatat berdasarkan data Departemen Pertanian di tahun 2007, telah diimpor daging dan jeroan sejumlah 64.000 Ton. Diperkirakan dari jumlah tersebut sekitar 60–70% adalah jeroan (offal).

Sampai sejauh ini sebagian besar pengusaha feedlot masih terbatas memasarkan hasil penggemukan dalam bentuk sapi hidup. Hanya beberapa buah pengusaha yang telah merintis mengembangkan usaha sampai dengan pemasaran dalam produk daging segar ataupun produk turunan daging lainnya. Sebagian terbesar sapi yang dipotong masuk ke wet market di pasar-pasar tradisionil dimana aspek kualitas masih belum mendapat perhatian yang sepenuhnya. Dapat dikatakan bahwa jaringan pemasaran yang tangguh dan ideal untuk memasarkan komoditas dalam peternakan sapi potong belum terwujud baik dari segi pelaku bisnis yang terlibat ataupun konsumen sendiri.

Permasalahan dalam industri sapi potong 

(Foto oleh Rio Dwisandy Studio)










Permasalahan dalam industri sapi potong Terdapat beberapa permasalahan ataupun kendala untuk membangun industri peternakan sapi potong yang tangguh di tanah air, antara lain :
Terdapat beberapa permasalahan ataupun kendala untuk membangun industri peternakan sapi potong yang tangguh di tanah air, antara lain :

Pertama, sampai saat ini dapat diindikasi bahwa industri hulu yang ada di tanah air sama sekali sangat lemah. Besar dan kecenderungan meningkatnya jumlah sapi bakalan dan juga volume daging sapi yang diimpor merupakan indikasi bahwa sumber sapi dalam negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan daging dalam negeri.

Hal ini disebabkan oleh produktivitas dan populasi yang rendah. Umumnya, usaha peternakan di Indonesia dilaksanakan sebagai usaha sambilan, disamping usaha pertanian lainnya seperti menanam padi di sawah.  Akbatnya, alokasi tenaga dan pikiran lebih banyak diarahkan pada usaha pokok daripada usaha sampingan.  Sapi-sapi tersebut umumnya dipelihara sebagai tabungan yang akan dijual sewaktu-waktu ketika peternak membutuhkan uang secara mendadak.  Akibatnya, sapi dijual dengan harga rendah karena waktu penjualan nya tidak direncanakan terlebih dahulu.

Di beberapa Negara maju, pemeliharaan sapi sudah diklasifikasikan dalam dua tujuan utama,  yaitu sebagai ternak potong dan ternak perah.  Di Indonesia, hanya pemeliharaan ternak perah yang sudah demikian jelas.  Sementara itu, peternakan sapi potong biasanya masih dicampuradukkan dengan penggunaan sapi sebagai ternak pekerja.  Akibatnya, sapi-sapi dijual untuk dipotong pada umur-umur yang relatif tua karena tenaganya dibutuhkan untuk berbagai keperluan.  Bila sejak awal pemeliharaan sudah ditetapkan sebagai ternak potong, sapi tidak perlu dipelihara selama bertahun-tahun yang membutuhkan biaya pemeliharaan besar.

populasi ternak sapi di Indonesia cenderung statis, Padahal kebutuhan masyarakat terhadap daging sapi cenderung meningkat seiring dengan semakin meningkatnya pengetahuan gizi masyarakat dan tingkat pendapatannya.  Akibatnya, sampai saat ini kebutuhan daging di dalam negeri masih harus dicukupi oleh pasokan dari luar negeri.  Statistik menunjukkan bahwa jumlah total populasi sapi lokal di Indonesia tidak pernah menembus angka 10 juta ekor.  Hal ini bertolak belakang dengan negara tetangga, Australia, yang populasinya di atas 28 juta ekor (data tahun 2003).  Australia memang dikenal sebagai negara yang lebih banyak sapinya dibandingkan dengan jumlah penduduknya.

Rendahnya populasi ternak sapi merupakan akibat dari rendahnya produktivitas sapi tersebut.  Tidak teraturnya program perkawinan, kurangnya perhatian pada metode pemberian pakan, pemotongannya yang dilaksanakan tidak sesuai aturan, dan mutasi ternak dari suatu wilayah ke wilayah lain yang tidak terkontrol merupakan beberapa penyebab rendahnya populasi sapi potong yang bisa diidentifikasi.

Kedua, karena populasi sapi sulit diindentifikasi maka saat ini kita tidak memiliki data riil tentang populasi sapi di tanah air kita. Ada keraguan bahwa angka populasi yang ada saat ini lebih tinggi dari realitas. Ini yang sering menyebabkan bias dalam proses pengambilan kebijakan oleh berbagai pihak.

Ketiga, Pasokan sapi bakalan tidak stabil dikarenakan secara umum, para peternak memperoleh sapi bakalan dari pasar-pasar tradisional di beberapa daerah.  Pada waktu-waktu tertentu terjadi kelebihan pasokan sapi bakalan, tetapi pada waktu lainnya justru terjadi kekurangan pasokan yang disebabkan oleh berbagai kegiatan yang berlangsung secara musiman, misalnya hari-hari besar keagamaan ataupun upacara adat.  Pada bulan-bulan menjelang Hari Raya Idul Adha, terjadi kekurangan pasokan sapi bakalan karena para peternak ingin mendapatkan berkah tahunan berupa naiknya harga sapi potong di hari raya kurban itu.  Akibatnya, terjadi fluktuasi harga yang cukup tinggi anatar kedua kondisi di atas.  Pada akhirnya, usaha penggemukan sapi potong tidak bisa mencapai skala ekonomis.

Sebenarnya pemerintah sudah mengizingkan impor sapi bakalan dari laur negeri.  Namun, hanya para pengusaha besar yang mampu mengakses kebijakan ini mengingat prosedur dan biayanya yang tidak ringan.  Karena itu, tidak mengherangkan bila sapi-sapi bakalan yang dipelihara bukanlah sapi-sapi bakalan yang ideal dan hasil penggemukan tidak optimal.  Untuk memperbaiki kondisi perlu diupayakan perbaikan tatalaksana pemeliharaan serta perencanaan usahanya

Keempat, masih belum adanya persepsi yang sama dari para stakeholder dalam industri sapi potong. Hal ini berimplikasi tidak adanya derap langkah yang sama untuk membangun industri peternakan yang tangguh di tanah air.

Kelima, ada implikasi kekeliruan menafsirkan otonomi daerah dari sementara pihak yang berakibat terjadinya ekonomi biaya tinggi dalam usaha sapi potong. Otonomi daerah yang seharusnya diartikan juga sebagai instrument untuk menggali potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dalam prakteknya justru sebaliknya. Selain daripada itu terdapat beberapa hal lain yang menyebabkan terjadinya ekonomi biaya tinggi dalam pengembangan usaha sapi potong.

Keenam, semakin melemahnya penegakan hukum, disinyalir telah mendorong keberanian beberapa pengusaha memasukkan daging secara illegal dari negara-negara yang secara perundangan tidak diijinkan karena belum bebas dari PMK(Foot and Mouth Desease). Hadirnya daging dengan harga yang sangat murah dibawah harga daging dari sapi lokal ataupun sapi hasil penggemukan usaha feedlot dalam waktu cepat atau lambat akan memukul industri sapi potong dalam negeri.

Hal ini akan merupakan potensi ancaman hancurnya potensi produksi sapi lokal. Hancurnya usaha peternakan sapi di dalam negeri akan menyebabkan kerugian yang sangat mahal karena membutuhkan waktu dan biaya yang sangat tinggi untuk recovery. Belum terhitung kerugian ekonomi dan sosial bagi sebagian masyarakat khususnya di daerah pedesaan.Seperti dinyatakan oleh OIE (Organization of International des Epizootica) bahwa PMK merupakan penyakit hewan yang paling menular dan sangat berbahaya serta dapat mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar bagi negara yang mengalami endemi.

Ketujuh, belum maksimalnya usaha untuk mengambil kesempatan mengambil peluang memperoleh nilai tambah dari rantai peternakan sapi potong khususnya dalam memproduksi berbagai produk daging baik untuk keperluan dalam negeri ataupun ekspor.

Kedelapan, jaringan pemasaran produk sapi potong yang belum mantap menyebabkan antara lain belum optimalnya konsumsi daging di masyarakat.

Terakhir dan sangat penting adalah pengetahuan tentang teknologi peternakan yang masih rendah. Sebenarnya ini adalah salah satu masalah utama yang terjadi pada hampir semua peternak di Indonesia yaitu rendahnya pengetahuan tentang cara beternak yang benar.  Seringkali ditemui di lapangan, seorang peternak tidak mengetahui waktu yang tepat untuk mengawinkan sapi potongnya.  Selain itu, pemberian pakan umumnya dilakukan secara trial and error, tanpa tahu kandungan gizi bahan pakan yang cukup.

Idealnya, para peternak harus selalu berusaha untuk meningkatkan pengetahuannya dalam beternak.  Mereka juga tidak boleh ragu-ragu mempraktikkan pengetahuannya tersebut.  Tanpa itu, sektor peternakan di Indonesia tidak akan pernah mengalami kemajuan yang berarti, atau bahkan semakin tenggelam.

Namun, pemilihan teknologi juga harus didasarkan pada kemampuan para peternak.  Penggunaan teknologi yang terlalu maju justru menyebabkan para peternak mengalami kesulitan karena culture shock. Penggunaan teknologi secara tepat guna lebih mungkin diterapkan secara bertahap, misalnya penerapan seleksi bibit pada sapi lokal, kontrol perkawinan, serta pengolahan dan penggunaan bahan pakan murah berkualitas.

(Foto oleh Rio Dwisandy Studio)










Lalu bagaimana langkah pendekatan untuk membangun industri sapi potong yang tangguh?
Dari gambaran ideal industri sapi potong dalam negeri dan bertolak dari kondisi aktual serta berbagai kendala yang ada, beberapa langkah pendekatan yang mungkin dapat dilakukan adalah antara lain :

Pertama, perlu adanya keputusan politik dari pemerintah untuk membangun industri sapi potong dalam negeri khususnya untuk menangani segmen hulu yang lebih spesifik lagi adalah pada usaha breeding sapi. Tanpa adanya keputusan politik dengan segala konsekuensinya terlalu sulit bagi negara kita untuk menjadi tuan di negara sendiri dalam industri sapi potong.

Namun demikian keputusan politik tidaklah cukup tanpa dibarengi dengan kemauan yang besar dari para pelaku bisnis sapi potong baik di segmen hulu maupun hilir. Dalam konteks pembibitan sapi potong, para investor dipastikan tidak sanggup kalau mengambil kegiatan tersebut sebagai suatu kegiatan bisnis karena di atas kertas ataupun dalam operasional dipastikan usaha breeding sapi tidak feasible. Secara teknis usaha penggemukan sapi dengan jangka waktu yang sangat pendek yakni sekitar 2–3 bulan sangat berbeda dengan usaha breeding sapi yang membutuhkan jangka waktu yang sangat panjang. Demikian pula kebutuhan lahan yang luas untuk pembibitan secara komersial.

Berita terakhir seperti dilansir oleh berbagai media massa bahwa pemerintah akan menyediakan dana untuk mensubsidi bunga untuk usaha breeding sapi merupakan langkah yang pantas untuk kita acungi jempol. Namun demikian perlu keputusan tersebut di kawal agar dapat menjadi realita. Perlu pula dipertimbangkan bahwa keringanan bukan hanya dari bunga bank, tetapi jangka waktu kredit dan grace period harus diperhitungkan secara cermat agar program breeding sapi dapat berjalan.

Kedua, perlu adanya suatu kesamaan persepsi dari seluruh stakeholder untuk membangun industri sapi potong untuk kepentingan bersama termasuk konsumen daging agar memperoleh daging yang sehat dan harga yang layak dan kompetitif. Efisiensi usaha saja tidaklah cukup. Masih ada unsur lain yang dibutuhkan untuk tegaknya industri sapi potong yakni adanya unggulan yang diyakini dapat memberikan nilai lebih dalam kompetisi.

Ketiga, semua unsur yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi harus dihapuskan baik yang didukung dengan peraturan daerah ataupun yang bersifat tidak resmi. Ekonomi biaya tinggi ini berakibat menurunkan efisiensi usaha dan menurunkan daya saing yang tentunya akan mempunyai rangkaian ekses dan implikasi.

Keempat, perlu adanya penataan dan peningkatan para usahawan yang bermain di hilir untuk secara serius menggarap pasar dalam negeri ataupun ekspor dengan inovasi-inovasi baru. Selain adanya nilai tambah yang diperoleh, mantapnya segmen di hilir ini akan mempunyai dampak menghela segmen hulu. Dalam konteks ini pemerintah perlu memberikan iklim yang kondusif bagi investor dan ikut serta menggalang potensi yang ada di tanah air untuk memperluas jaringan outlet bagi produk daging ataupun produk turunannya. Berbagai kemudahan usaha dan juga dalam memperoleh kredit merupakan unsur yang penting untuk memacu perkembangan di segmen hilir dalam industri sapi potong.

Kelima, bertolak kenyataan bahwa sejauh ini sebagian kebutuhan daging dipenuhi dari impor, baik dalam bentuk daging ataupun sapi hidup, maka yang perlu mendapat prioritas adalah bagaimana dapat diperoleh nilai tambah yang maksimal dari komoditi yang di impor tersebut. 

Apabila melihat angka impor sapi dan daging untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri, kita sementara dapat tarik kesimpulan bahwa untuk swasembada dalam arti kata semua daging dipenuhi dari potensi lokal, rasanya sangat berat dan membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar. Namun demikian tidak berarti bahwa kita tidak berusaha untuk memperbaiki segmen hulu dengan mengurangi ketergantungan kebutuhan sapi bakalan ataupun daging dari luar negeri. 

Oleh karena itu seperti telah disebutkan diatas, kita harus mampu bertindak secara realistis dan mengupayakan agar komoditas yang kita impor tersebut dapat di maksimalisasi nilai tambahnya dan bila mungkin menjadi komoditas ekspor.

Keenam, kita harus dapat menampilkan unggulan di setiap segmen kegiatan. Kita harus menyadari bahwa efisiensi dalam setiap segmen hulu menjadi kunci keberhasilan dan kuatnya daya saing.

Tugas untuk membangun industri peternakan sapi potong yang tangguh di tanah air bukanlah hal yang mudah. Banyak sekali peluang di masa lalu untuk membangun peternakan yang terlewat begitu saja. Berbagai proyek dari hutang luar negeri tidak jelas hasilnya sampai saat ini. Namun demikian jumlah penduduk yang sangat besar dan semakin meningkatnya sadar gizi dan tingkat pendapatan sebagian masyarakat di yakini bahwa negara kita merupakan pasar yang potensial bagi komoditas daging sapi. 

Apabila kita tidak mampu memanfaatkan potensi dan peluang pasar yang ada tersebut, dipastikan akan dimanfaatkan oleh negara lain selaras dengan adanya semangat pasar bebas.
Pembibitan sapi baik untuk menghasilkan sapi untuk tujuan konsumsi ataupun untuk mengembangkan sapi bibit merupakan satu keharusan. Namun demikian, seperti yang disampaikan diatas, untuk kegiatan ini perlu adanya suatu keputusan politik yang at all cost dari pemerintah.

Indonesia bangkitlah!


                                                                                                                                       



Favorite Meat Processing
Premium Class
100% Halal & HACCP Certified

"When meat gives you inspiration"

Address
Jl. Mertasari 88-89 Sidakarya, Denpasar - Bali, Indonesia
Tlp. 0361 725 378 / 723 666. Fax. 0361 725 372

Sosial Media
Website: www.favorite.co.id

Komentar

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus
  2. Bolavita menantang anda yang merasa jago dalam sabung ayam untuk memasang taruhan disitusnya yang dimana menyediakan siaran pertandingan adu sabung ayam pisau secara live di situs S128, Sv388. Dan bila anda berhasil menebak 8x menang secara beruntun, maka anda berHak mendapatkan Bonus 100% dari Total Taruhan yang anda pasang !

    » Judi Online Ovo
    » Judi Online Gopay
    » Judi Online Pulsa
    » Judi Online Linkaja

    ★ Bonus 100% (bila anda 8x menang secara beruntun)
    ★ Bonus Cashback Mingguan Hingga 10%
    ★ Bonus Deposit Pertama 10%
    ★ Bonus Referral 7% + 2% Seumur hidup

    Tersedia Taruhan Online Sabung Ayam, Casino Live seperti Dadu, Roulette, Blackjack, Dragon Tiger, Baccarat (PlayerBanker), Bola, Tembak Ikan, Slot, Tangkas, Poker Dan masih banyak lainnya.

    Pendaftaran Klik Link : http://159.89.197.59/register/
    Kontak Resmi Kami Klik Link : https://linktr.ee/bola.vita

    Kunjungi Juga :
    » PROMO SABUNG AYAM ONLINE BONUS CASHBACK 10%
    Info Selengkapnya Kunjungi : http://bolavitaonline.over-blog.com/2019/09/promo-sabung-ayam-online-bonus-cashback-10.html

    » TARUHAN SABUNG AYAM LINKAJA
    Info Selengkapnya Kunjungi : http://bolavitaonline.over-blog.com/2019/09/taruhan-sabung-ayam-pakai-linkaja.html

    » Bandar Taruhan Piala Eropa Linkaja
    Info Selengkapnya Kunjungi : https://pemainayam.hatenablog.com/entry/2019/10/20/Bandar_Taruhan_Piala_Eropa_Linkaja?_ga=2.227614366.225721647.1571745594-1568401800.1568770866

    » Situs Judi Online Linkaja Terpercaya
    Info Selengkapnya Kunjungi : https://rahasiadantips.blogspot.com/2019/10/situs-judi-online-linkaja-terpercaya.html


    Linkaja88

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer