Akuakultur untuk Kemajuan Perikanan Indonesia

Penulis: Rio Dwisandy Studio
Produk oleh Favorite Meat Processing - Bali



Ada beberapa wilayah perairan termasuk perairan dengan kode wilayah 71 dan 57,  yakni Pasifik Barat Tengah (Western Central Pacific) dan Samudera Hindia Timur (Eastern Indian Ocean). Wilayah dengan kode 71 dan 57 adalah wilayah perairan Indonesia,  serta Pasifik Barat Daya (Southwest Pacitic) dengan kode wilayah 81 dan Pasifik Barat Laut (Nortwest Pacifi) dengan kode wilayah 61.

Dari evaluasi FAO, bahwa sumber daya ikan dunia telah dimanfaatkan penuh. Arti dari hasil evaluasi ini bagi Indonesia adalah bahwa pembangunan perikanan tangkap ke depan tidak dapat diekspansi lagi seperti tahun-tahun sebelumnya. Khusus untuk wilayah perairan dengan kode 71 dan 57 secara keseluruhan telah mencapai puncak pemanfaatannya. Kawasan barat dan selatan Indonesia adalah wilayah perairan dengan kode 71, sementara kawasan timur dan utara Indonesia adalah wilayah perairan dengan kode 57.

Gambaran tentang status pemanfaatan sumber daya ikan di tingkat global atau regional tidak berbeda dengan hasil penelitian tentang hal ini yang dilakukan di tanah air. Produksi tangkapan ikan laut Indonesia tahun 2004 telah mencapai 4 juta ton atau sekitar 63% dari perkiraan MSY (Maximum Sustainable Yield,  tangkapan terbesar yang dapat dihasilkan dari tahun ke tahun oleh suatu perikanan) sekitar 6,4 juta ton. Dari data produksi agregat nasional ini, tampak bahwa produksi ikan masih berada di bawah potensi sumber daya yang dapat dimanfaatkan.

Akan tetapi pada tolok ukurnya bukan MSY melainkan TAC (Total Allowable Catch) yang diperkirakan sekitar 5 juta ton, maka sebetulnya pada akhir tahun 1999 sumber daya ikan laut Indonesia telah dimanfaatkan sekitar 74% dari potensi yang tersedia.


Salah satu bentuk usaha akuakultur di lautan. (Foto oleh www.multivu.com)












Tahun 2008 produksi perikanan nasional mencapai 8,6 juta ton. Produksi akuakultur mencapai 3,5 juta ton dan perikanan tangkap sebesar 5.1 juta ton. Kontribusi perikanan tangkap sebesar 5,1 juta ton berarti sekitar 83% perikanan laut Indonesia telah dieksploitasi penuh jika tolok ukurnya adalah MSY. Namun jika menggunakan perkiraan TAC, maka perikanan laut Indonesia telah mengalami kelebihan tangkap (over fishing).

Tingkat pemanfaatan sumber daya ikan laut yang telah mencapai 83% (Perkiraan MSY) sebenarnya telah melewati batas maksimal jumlah ikan yang ditangkap, karena berdasarkan komitmen Internasional mengenati perikanan yang dibuat FAO dalam CCRF (Code of conduct for Responsible Fisheries) hanya sekitar 80% ikan yang boleh ditangkap. Itu berarti perikanan laut Indonesia telah melewati batas 3% pada tahun 2008.

Perkiraan MSY tidak berbeda dengan kenyataan di lapangan. Perairan Laut Jawa, Selat Malaka, Selat Makassar dan Laut Flores berindikasi telah mencapai status tangkap penuh (Full-Fishing) atau bahkan tangkap lebih (Over Fishing). Selain itu, sumber daya udang di Laut Arafura diindikasikan telah mencapai status tangkap penuh. Sumber daya tuna dan cakalang di perairan utara timur Indonesia cenderung telah dimanfaatkan secara penuh dilihat dari semakin berkurangnya produksi, semakin kecilnya ukuran ikan yang ditangkap dan semakin jauhnya daerah penangkapan (Fishing Ground).

Kondisi bahwa sumber daya perikanan laut Indonesia telah dimanfaatkan secara penuh dapat juga dilihat dari komposisi jenis ikan yang ditangkap, ikan yang berharga murah dan yang lebih rendah derajatnya dalam rantai makanan (food chain) mendominasi komposisi produksi ikan.  Indikator yang paling jelas pada akhir-akhir ini adalah munculnya ubur-ubur sebagai jenis hayati laut yang tinggi produksinya.

Secara biologis, booming (melimpah)-nya ubur-ubur ini adalah indikator bahwa pemangsanya, yaitu ikan-ikan yang lebih besar dan lebih tinggi derajatnya dalam rantai makanan, telah berkurang karena menjadi sasaran dan target penangkapan nelayan.

Melihat indikasi-indikasi ini, sebetulnya perairan laut Indonesia dengan sumber daya ikannya telah berada pada kondisi kritis (Nikijuluw 2002) kenyataan ini memaksa negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan produksi perikanan melalui kegiatan akuakultur. Pada tahun 2007, produksi perikanan dunia mencapai 143 juta ton terdiri dari 91  juta ton berasal dari kegiatan penangkapan dan 52 juta ton dari usaha akuakultur. Ini berarti, kontribusi akuakultur untuk produksi Perikanan dunia telah mencapai sekitar 36%. 

Apakah akuakultur? Akuakultur merupakan bentuk pemeliharaan dan penangkaran berbagai macam hewan atau tumbuhan perairan yang menggunakan air sebagai komponen pokoknya. Kegiatan-kegiatan yang umum termasuk di dalamnya adalah budi daya ikan, budi daya udang, budi daya tiram, budi daya rumput laut (alga).


Kerang, salah satu hasil dari akuakultur. (Foto oleh www.nzgeo.com)











Dengan batasan di atas, sebenarnya cakupan budi daya perairan sangat luas namun penguasaan teknologi membatasi komoditi tertentu yang dapat diterapkan. Di Indonesia, budi daya perairan dilakukan melalui berbagai sarana. Kegiatan budi daya yang paling umum dilakukan di kolam/empang, tambak, tangki, karamba, serta karamba apung.


Teknologi akuakultur tergantung pada lokasi perairannya. (Foto oleh 3.bp.blogspot.com)











Akuakultur bisa menjadi "penyelamat" bagi perikanan dan perekonomian tanah air. Akuakultur adalah salah satu sektor ekonomi yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi tinggi (di atas 7 persen per tahun), inklusif (banyak menyerap tenaga kerja dan mensejahterakan rakyat), dan berkelanjutan (sustainable).

Pasalnya, sebagai negara maritim dan kepulauan terbesar di dunia dengan garis pantai 95.181 km (terpanjang kedua di dunia setelah Kanada), Indonesia memiliki sekitar 24 juta ha wilayah perairan laut dangkal (coastal waters) yang sesuai (suitable) untuk usaha budidaya laut (mariculture) dengan potensi produksi lestari sekitar 60 juta ton/tahun (terbesar di dunia) dan nilai ekonomi langsung (on-farm) sekitar 120 milyar dolar AS per tahun.  

Sekitar 3 juta ha lahan pesisir (coastal lands) cocok untuk usaha budidaya tambak dengan potensi produksi 30 juta ton/tahun dan nilai ekonomi on-farm 60 milyar dolar AS/tahun.  Sekitar 30%  (60 juta ha) dari total luas lahan daratan Indonesia (190 juta ha) berupa ekosistem perairan tawar, seperti sungai, danau, bendungan, dan perairan rawa.  

Dari 60 juta ha  perairan tawar itu, sekitar 5 persen (3 juta ha) cocok untuk usaha akuakultur dengan potensi produksi 15 juta ton/tahun dan nilai ekonomi on-farm 22,5 milyar dolar AS/tahun.  Belum lagi potensi usaha akuakultur di kolam air tawar, sawah (mina-padi), saluran irigasi (dengan keramba tancap), dan akuarium. 

Dengan demikian, potensi total produksi akuakultur lebih dari 105 juta ton/tahun dan potensi total ekonomi on-farm usaha akuakultur di perairan laut, payau (tambak), dan tawar (darat) lebih dari 202,5 milyar dolar AS/tahun, hampir sama dengan APBN 2016.  Kalau setiap ha usaha akuakultur memerlukan satu orang tenaga kerja saja, maka total lapangan kerja on-farm yang bisa disediakan sekitar 30 juta orang.  Belum lagi nilai ekonomi dan tenaga kerja yang bisa diserap oleh beragam kegiatan industri hulu dan industri hilir (backward-and forward-linkage industries) dari bisnis akuakultur tersebut.


Daerah perairan yang luas bisa dimanfaatkan untuk akuakultur. (Foto oleh blogs.ntu.edu.sg)











Perlu juga dicatat, bahwa akuakultur bukan hanya menghasilkan protein hewani berupa ikan, moluska (kekerangan); dan krustasea (udang, lobster, kepiting, dan rajungan). Tetapi, juga rumput laut, teripang, invertebrata, dan ribuan jenis organisme perairan lainnya sebagai bahan baku (raw materials) untuk industri makanan dan minuman, farmasi, kosmetik, cat, film, bioenergi, dan ratusan jenis industri lainnya.  Selain itu, marikultur juga bisa menghasilkan perhiasan yang sangat mahal seperti kerang mutiara.  Dan, juga dapat berfungsi sebagai penyerap karbon, sehingga turut mencegah terjadinya pemanasan global (global warming).

Jadi, akuakultur ini memiliki banyak sekali manfaat. Bahan makanan dari laut akan lebih banyak yang berguna juga bagi kesehatan masyarakat, seperti ikan yang mengandung omega 3 bahkan lebih sehat ketimbang mengkonsumsi daging sapi. Kemudian juga untuk perekonomian yang manfaatnya bisa dirasakan, baik itu bagi pemilik perusahaan, tenaga kerja yang mendapat pekerjaan, juga bagi masyarakat indonesia dimana jumlah ikan yang banyak juga membuat harga yang lebih terjangkau.




                                                                                                                                       



Favorite Meat Processing
Premium Class
100% Halal & HACCP Certified

"When meat gives you inspiration"

Address
Jl. Mertasari 88-89 Sidakarya, Denpasar - Bali, Indonesia
Tlp. 0361 725 378 / 723 666. Fax. 0361 725 372

Sosial Media
Website: www.favorite.co.id

Komentar

Postingan Populer